Senin, 15 Agustus 2011

Bangkitnya Kota-kota Hijau Dunia

Dalam Ecocity World Summit 2008 yang berlangsung di San Francisco, konsep kota ramah lingkungan (eco-city) dirumuskan sebagai solusi atas pemanasan global, urbanisasi dan semakin langkanya sumber daya yang akan terjadi berabad ke depan.

Dalam pertemuan ini, semua peserta konferensi sepakat “pada masa datang kota dan penduduknya harus hidup selaras dengan lingkungan demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Kota dan desa harus dirancang sedemikian rupa menjadi lingkungan yang sehat yang mampu menciptakan kehidupan yang berkualitas dengan menjaga ekosistem di sekitarnya.”

Kota hijau atau “eco-city” dalam konsepnya menggabungkan prinsip pembangunan “hijau” (green building) dengan memanfaatkan teknologi informasi (ICT) untuk mengurangi – dan menghilangkan – dampak-dampak buruk kota terhadap lingkungan. Dalam tulisannya yang berjudul “Sustainable Cities: Oxymoron or The Shape of the Future?,” Annissa Alusi, asisten profesor di Harvard Business School, memaparkan perkembangan kota-kota hijau generasi pertama dunia. Hasil penemuannya beragam. Berikut adalah ringkasannya.




Kota Dongtan – Pulau Chongming, China
Pada 2005, pemerintah kota Shanghai menyerahkan pengelolaan tanah di Pulau Chongming kepada Shanghai Industrial Investment Company (SIIC), lembaga investasi milik pemerintah. Pulau Chongming terletak sekitar 14 km dari distrik keuangan Shanghai dengan luas mencapai 50 km persegi atau sekitar tiga perempat luas Kota Manhattan. Pemerintah ingin menjadikan Kota Dongtan menjadi sebuah kota hijau yang memiliki sumber energi yang terbarukan, bebas kendaraan bermotor dan dengan sumber daya air yang bisa didaur ulang.

Kota ini diharapkan bisa menjadi contoh sebuah kota hijau yang ideal di dunia dan mampu menampung 500,000 penduduk pada 2050.
SIIC ingin menciptakan sebuah kota modern bernuansa ekologis menggantikan konsep kota industri tradisional.



Sitra Low2No – Helsinki, Finlandia

Low2No adalah sebuah proyek kota hijau yang memiliki beragam fungsi seluas satu blok di Helsinki, Finlandia. Kota hijau ini masuk dalam rencana besar pembangunan kembali Jätkäsaari, sebuah kota pelabuhan industri yang disetujui pada 2006. Pemerintah Finlandia ingin menjadikan Low2No sebagai contoh ideal sebuah kota yang bebas atau rendah karbon, yang mampu “menyemai inovasi di bidang efisiensi energi dan pembangunan yang berkelanjutan.”

Dengan Low2No, pemerintah ingin menerapkan sistem pembangunan berkelanjutan di Finlandia yang masuk dalam hitungan ekonomi dengan menciptakan kebijakan-kebijakan finansial baru yang mendukung usaha-usaha rendah atau bebas karbon. Finlandia menargetkan pembangunan 10 proyek baru dalam lima tahun setelah proyek Low2No rampung.



Kota Masdar – Masdar, Abu Dhabi

Kota hijau Masdar ini adalah kota hijau yang paling terkenal dan paling mendapat banyak kritikan hingga saat ini. Kota seluas 3,5 km persegi yang terletak di sebuah gurun 30 km dari Abu Dhabi ini dirancang untuk menampung 47.000 penduduk dan 1.500 perusahaan. Nilai investasinya mencapai $22 miliar dan ditargetkan selesai pada 2016.

Menurut pemerintah Abu Dhabi, kota ini akan menjadi kota bebas karbon, bebas limbah dan bebas mobil, dengan sumber energi yang berasal dari energi yang terbarukan. Masdar juga menjadi markas dari International Renewable Energy Agency, yang memiliki mandat menyebarkan dan mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan.

Tahun lalu (2010) saat para pelaksana proyek Masdar merevisi target awal mereka. Penyelesaian proyek ini mundur dari 2016 ke 2020. Kota ini juga masih akan membutuhkan banyak pasokan energi dari luar dan kapsul transportasi elektrik (yang menjadi bagian dari sistem transportasi personal di Masdar) tidak akan tersedia di seluruh kota. CEO ADFEC Sultan al-Jaber mengumumkan bahwa proyek Kota Masdar tidak akan dihentikan namun menurut pengamat akan ada perubahan dari rencana awalnya.



PlanIT Valley – Paredes, Portugal
PlanIT Valley adalah contoh kota pintar (smart city) akan dibangun di wilayah Paredes, sekitar 16 km dari pusat kota Porto, Portugal, oleh perusahaan teknologi baru bernama Living PlanIT. Pada 2008, Living PlanIT memperoleh hak untuk membeli sekitar 3000 ha lahan dari pemerintah lokal sebagai lokasi PlanIT Valley. Proyek ini diharapkan selesai pada 2015, dan diharapkan bisa menampung sekitar 150,000 penduduk. PlanIT Valley didesain sebagai pusat penelitian dan pengembangan teknologi bagi Living PlanIT dan mitranya yang ingin menjadikan kota ini sebagai “laboratorium teknologi hijau” pertama di dunia.

Inisiator perusahaan, Steve Lewis dan Malcolm Hutchinson, mantan direktur perangkat lunak, memadukan sudut pandang teknologi yang unik dalam mengembangkan kota ini. Mereka menggunakan apa yang mereka sebut sebagai “Sistem Operasi Perkotaan” (Urban Operating System) yang berfungsi sebagai pusat operasi atau otak dari kota ini. SOP mengumpulkan beragam informasi dari sistem perkotaan yang mendukungnya.



Tianjin Eco-City – Tianjin, China
Pada 2007, tidak lama setelah mengumumkan proyek Dongtan, pemerintah China membuat rencana kota hijau baru (eco-city) hasil kerjasama pemerintah China dan Singapura. Kota bernama Tianjin Eco-City ini terletak sekitar 40 km dari pusat kota Tianjin, sekitar 150 km di sebelah tenggara Beijing. Kota ini bisa dicapai dalam waktu kurang dari 10 menit dari Tianjin Economic-Technological Development Area (TEDA). Proyek Tianjin Eco-City terus berlangsung dan diharapkan mulai dihuni pada tahun ini.



Meixi Lake District – Changsha, China
Changsha adalah kota yang sedang tumbuh dengan penduduk mencapai lebih dari 65 juta jiwa. Pada Februari 2009, pemerintah kota Changsha di Provinsi Hunan dan kontraktor Gale International setuju membangun sebuah kota ramah lingkungan bernama Meixi Lake District di Changsha, ibu kota dari Provinsi Hunan di China selatan-tengah.

Menurut Kohn Pedersen Fox, perancang kota ini, Meixi Lake ingin menjadi contoh sebuah kota masa depan di China. “Kota ini menggabungkan konsep kota metropolis dan kota alami yang menggunakan jaringan transportasi inovatif, sistem distribusi energi terbaru (smart grid), sistem pertanian perkotaan serta sistem daur ulang limbah energi.” Distrik seluas 600 ha ini diharapkan mampu menampung 180,000 penduduk dan diharapkan rampung pada 2020.



New Songdo City – Songdo Island, Korea Selatan
Rencana bagi New Songdo City, yang terletak di sebuah pulau buatan 30 km dari Seoul, Korea Selatan dimulai pada 2000. Kota seluas 600 ha ini diharapkan mampu menampung 430.000 jiwa pada 2014. New Songdo City ingin menjadi sebuah kota “Terpadu, Pintar dan Hijau (Compact, Smart and Green)”.

Kota ini ditargetkan menghasilkan gas rumahkaca (greenhouse gases) sepertiga dari kota dengan luas yang sama. Rumah dan bangunan komersial hijau kota ini akan digarap oleh GE Korea. Kota di Incheon Free Economic Zone ini ingin menarik investasi dan bisnis asing ke Korea, dan menjadikan Korea Selatan sebagai pusat perdagangan Asia.

Pada 2009, sebanyak 60,000 penduduk, 418 perusahaan dan pusat penelitian dipindahkan ke wilayah ini dan pada 2014 pembangunan tahap kedua ditargetkan rampung. Di kota ini juga akan dibangun 10 universitas asing, delapan universitas lokal, empat sekolah internasional dan 17 bioskop.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar